TERLALU KADANG SUKA LUPA
Tahun 2018 awal, tidak salah saya sudah masuk awal perkuliahan saat itu. Di kampung halaman, ayah menghadiahkan sepasang sepatu saat itu, saya cukup heran diberikan sepatu sampai saya bertanya "kenapa?" tapi jawabannya cuman "lagi ada rezeki" karena saya orang tidak banyak tanya langsung saja saya pake. Namun apa yang terjadi, sepatu itu kekecilan disaya karena tidak ingin mengecewakan beliau, saya tidak bilang apa-apa. Pas di tanya apakah cocok atau tidak, saya jawab cocok.
Beberapa bulan memaksa memakai sepatu hadiah beliau ternyata membuat kaki saya luka akhirnya berhenti untuk memakainya. Seminggu setelah itu saya kembali pulang ke kampung dengan tidak lagi menggunakan sepatu itu. Awalnya beliau tidak sadar kalau sepatu yang saya pakai bukan lagi sepatu pemberiannya, hingga dimana pertanyaan itu muncul "kenapa?" dan saya jawab "kekecilan pak" hingga beliau berkata " kalau sejak awal tidak cocok kenapa bilang cocok? karena ingin menghargai pemberian bapak? memang kamu menghargai pemberian bapak namun secara langsung kamu menyiksa diri kamu sendiri nak." sampai saat ini saya ingat jelas perkataan itu.
Sampai dimana saya baru menyadari bahwa sekarang saya lagi memaksa akan sesuatu yang memang dari awal tidak cocok malah saya paksa untuk bisa pas di saya. Hingga karena memaksa itu, saya sakit sendiri.
Sadar kalau bahagia itu bukan dari ukuran jumlah banyak atau sedikit, kepuasan orang lain, atau berapa banyak kebaikan kita berikan. Kadang rumah tempat pulang yang katanya tempat ternyaman pun pernah tidak senyaman seperti dulu, mungkin bahagia itu; tidak menyakiti
Tapi, kadang kita lupa ke diri sendiri karena orang lain, kadang ingat kapan menyakiti orang lain tapi lupa kapan kita menyakiti diri sendiri, kadang ingin menghargai orang lain tapi lupa untuk menghargai diri sendiri dan kadang ingin membahagiakan orang lain, lagi-lagi lupa untuk bisa membahagiakan diri sendiri dulu.
Terlalu sering lupa hingga tidak kenal sama diri sendiri.
Komentar
Posting Komentar